Total Cost of Ownership OSS vs Proprietary: A BIG Difference!
Posted by sroestam pada November 15, 2008
Software-software Open Source saat ini telah berkembang begitu pesat sehingga dapat dikatakan bahwa pada umumnya tidak ada perbedaan antara Software OSS dengan Software Proprietary bila kita lihat dari segi aplikasinya. Namun bila kita lihat dari segi Total Cost of Ownership (TCO) dari kedua jenis Software itu, maka akan terlihat sangat jauh perbedaannya. Singkat kata, TCO Software Open Source jauh lebih murah dari TCO Software Propritary.
Dari segi aplikasi, Operating System Open Source, sepertu Ubuntu telah berkembang begitu pesat diseluruh dunia, termasuk di Indonesia yang didukung oleh organisasi Ubuntu Indonesia yang memberikan support secara gratis. Oleh karena itu di Indonesia telah muncul banyak Distro yang berbasiskan Ubuntu, seperti Ki Hajar, Lontara versi 3.0, dan lain-lain. Google-pun memanfaatkan operating system Debian Ubuntu sebagai basis untuk software Aplikasi-nya yangmutakhir, yaitu gOS atau Google Operating System lengkap dengan aplikasi Google Desk Top dan OpenOffice serta berbagai aplikasi bisnis lainnya.
Software Aplikasi Perkantoran yang paling mutakhir, yaitu OpenOffice.org versi 2.4 juga sangat canggih, dapat membaca dan menulis file format .docx, yaitu file dokumen Microsoft terbaru (MS Office 2007), yang mana MS Office 2003 malah tidak dapat mengenalnya! Software OpenOffice ini juga mampu membaca format file dokumen yang populer, yaitu format Adobe Acrobat Reader PDF.
- Cara menghitung TCO: Biaya investasi awal software + biaya training dan biaya upgrade serta pemeliharaan software selama waktu penggunaannya. Untuk biaya investasi, jelas OSS lebih murah dari pada Proprietary. Untuk biaya training, OSS dan Proprietary tidak banyak berbeda. Sedangkan untuk pemeliharaan dan upgrade, OSS bisa diperoleh secara gratis atau murah melalui organisasi pendukung atau melalui komunitas OSS di tiap negara. Sedangkan untuk Proprietary, tidak ada pilihan lain, yaitu melalui Vendor atau Reseller-nya dengan biaya yang tidak kecil, apalagi bila ada bug atau defect dari software Proprietary, maka yang bisa memperbaikinya hanyalah Vendor aslinya.
- Biaya Migrasi Proprietary ke OSS: umumnya kecil, sebab software OSS dapat dilihat source code-nya, tidak ada yang disembunyikan. Ini berbeda dengan software Proprietary yang menyembunyikan source code. Lagi pula, kebanyakan software aplikasi OSS memiliki features dan pengoperasian yang sangat mirip dengan software aplikasi Proprietary.
- Apa hambatan Migrasi Proprietary ke OSS? Hambatan utama migrasi ke OSS adalah karena masyarakat belum menyadari besarnya penghematan yang dapat diperoleh dari TCO OSS yang jauh dibawah TCO Proprietary, ditambah dengan kebiasaan mereka memakai software Proprietary, baik yang diperoleh secara legal maupun illegal selama bertahun-tahun yang lalu.
Kini tiba saatnya untuk secara besar-besaran melakukan migrasi dari software Proprietary ke software OSS, sebab sudah makin canggihnya berbagai software aplikasi OSS dan semakin banyaknya perusahaan atau organisasi yang dapat memberikan support bagi software2 OSS.
Model Bisnis Software OSS akan lebih difokuskan kepada support services, yaitu instalasi, customization, training, education, certification, dan maintenannce. Keuntungan lainnya adalah dalam menghemat Devisa Nasional tiap negara, sebab biaya akuisisi Capex software OSS sangat minimal. Yang lebih besar adalah support services seperti tersebut diatas, yang semuanya dapat dilakukan oleh tenaga-tenaga ahli lokal. Akan makin banyak tumbuhknya industri support software OSS domestik, sehingga dapat mensejahterakan masyarakat pribumi.
Silahkan ditanggapi.
Open Source Transforms Software TCO |
Source: IT Business Edge | Priority: Maximizing IT Investments | Topic: Financial Metrics |
Carl Weinschenk spoke with David A. Wheeler, widely known open source analyst. Weinschenk: How do you determine total cost of ownership in open source? Weinschenk: So does a company need to invest in parallel development if it is “trying out” the software? What if it doesn’t measure up? Weinschenk: What happens after the purchase? Weinschenk: In a proprietary situation, can support come from an unconnected third party? Weinschenk: Does this affect TCO? Weinschenk: The sheer number of OSS options available must be good for TCO. Weinschenk: Why do you suggest going outside the organization? Weinschenk: What other costs are there? Weinschenk: Are there transition costs with OSS? Weinschenk: You suggest that improvements made by a company in OSS software should be resubmitted to the main project. How does this relate to TCO? Weinschenk: What is the biggest challenge in making people take advantage of OSS and the TCO benefits it seems to offer? |
This entry was posted on November 15, 2008 pada 12:41 am and is filed under TCO Open Source Software vs Proprietary: beda besar!. Dengan kaitkata: Beda besar, Biaya Migrasi, Cara menghitung TCO, Google Desk Top, gOS, Industri Support Services OSS, OpenOffice 2.4, Operating Software Ubuntu, TCO OSS vs Proprietary. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, atau trackback from your own site.
Yamin said
1. Cara menghitung TCO: Biaya investasi awal software + biaya training dan biaya upgrade serta pemeliharaan software selama waktu penggunaannya. Untuk biaya investasi, jelas OSS lebih murah dari pada Proprietary. Untuk biaya training, OSS dan Proprietary tidak banyak berbeda. Sedangkan untuk pemeliharaan dan upgrade, OSS bisa diperoleh secara gratis atau murah melalui organisasi pendukung atau melalui komunitas OSS di tiap negara. Sedangkan untuk Proprietary, tidak ada pilihan lain, yaitu melalui Vendor atau Reseller-nya dengan biaya yang tidak kecil, apalagi bila ada bug atau defect dari software Proprietary, maka yang bisa memperbaikinya hanyalah Vendor aslinya.
===================
“Untuk biaya pemeliharaan dan upgrade bisa diperoleh secara gratis atau murah melalui organisasi pendukung atau melalui komunitas OSS di tiap negara” Lantas dibawah disebutkan “Model Bisnis Software OSS akan lebih difokuskan kepada support services, yaitu instalasi, customization, training, education, certification, dan maintenannce” Kontradiktif! Bisa dijelaskan bagaimana bisnis dapat berkembang secara gratis dan murah? Lebih parah lagi ketika dikatakan “melalui organisasi pendukung atau komunitas OSS”. Ini menempatkan mereka sebagai “sapi perah” bukan sebagi think-tank yang harus disupport penuh secara finansial. Dalam “pertikaian” antara FOSS dan proprietary sudah jelas siapa pemenangnya, mereka yang selau mengatakan Gratis! Jangan lupakan F yang artinya bebas bukan gratis!
Indoktrinasi keliru dan menyesatkan berjalan perlahan tapi pasti. Ada ucapan penggiat FOSS, “komunitas dilarang berbisnis, berbisnis di luar komunitas”. Tidak diketahui pasti apakah ini artinya sama dengan “berkaryalah kalian, saya akan memanfaatkan karya itu.” Bisalah dibayangkan kualitas komunitas hobbyist dengan motto “suka kerjain, ngga suka tinggalin, wong gratisan” yang sering diplesetkan menjadi “suka kerjain yang ngga-ngga terus ditinggalin wong gratisan”
TCO proprietary untuk Academic License mendapatkan potongan 80%. Masih berani mengatakan mahal? Sudah murah tepat sasaran pula.
===================
2. Biaya Migrasi Proprietary ke OSS: umumnya kecil, sebab software OSS dapat dilihat source code-nya, tidak ada yang disembunyikan. Ini berbeda dengan software Proprietary yang menyembunyikan source code. Lagi pula, kebanyakan software aplikasi OSS memiliki features dan pengoperasian yang sangat mirip dengan software aplikasi Proprietary.
===================
Ini seperti perbandingan. Dikatakan kecil jika ada yg besar. Kalau sudah menyamai apa masih perlu perbandingan biaya? Source code mungkin lebih tepay untuk perbandingan.
===================
3. Apa hambatan Migrasi Proprietary ke OSS? Hambatan utama migrasi ke OSS adalah karena masyarakat belum menyadari besarnya penghematan yang dapat diperoleh dari TCO OSS yang jauh dibawah TCO Proprietary, ditambah dengan kebiasaan mereka memakai software Proprietary, baik yang diperoleh secara legal maupun illegal selama bertahun-tahun yang lalu.
===================
Masyarakat sudah mulai menyadari dan paham arti penghematan. Tinggalkan anggapan bahwa masyarakat pengguna hanya sebatas menggunakan tanpa melakukan kalkulasi. Jika disuruh memilih biaya 10 yang melibatkan 2 orang dgn biaya 100 yang melibatkan 20 orang, mana yang akan dipilih? Sudah pasti 10 (sepuluh) yg melibatkan 20 orang! Ini sudah terjadi melalui salah satu pricing strategy kubu proprietary yang disebutkan di atas.
Jika migrasi boleh disamakan dengan relokasi, maka yang terjadi sekarang adalah mengulang kesalahan yang sama pada bidang industri di negeri ini.
===================
Kini tiba saatnya untuk secara besar-besaran melakukan migrasi dari software Proprietary ke software OSS, sebab sudah makin canggihnya berbagai software aplikasi OSS dan semakin banyaknya perusahaan atau organisasi yang dapat memberikan support bagi software2 OSS.
===================
Perbaiki strategi dalam sosialisasi barulah kita berbicara mengenai migrasi besar-besaran. Jangan menggunakan jargon murah, gratis, tidak layak untuk bisnis dst.
===================
Model Bisnis Software OSS akan lebih difokuskan kepada support services, yaitu instalasi, customization, training, education, certification, dan maintenannce. Keuntungan lainnya adalah dalam menghemat Devisa Nasional tiap negara, sebab biaya akuisisi Capex software OSS sangat minimal. Yang lebih besar adalah support services seperti tersebut diatas, yang semuanya dapat dilakukan oleh tenaga-tenaga ahli lokal. Akan makin banyak tumbuhknya industri support software OSS domestik, sehingga dapat mensejahterakan masyarakat pribumi.
===================
Bisa didiskusikan lebih lanjut dalam mencari format yang baru. Yang sudah dilakukan berjalan lamban dengan beberapa alasan, salah satunya adalah 3 kejahatan yang dilakukan pengguna FOSS
tabik,
Yamin
dnial said
Sepertinya anda kurang bisa memahami seberapa besarnya proyek FOSS ini. Coba lihat apache.org (sampai Microsoft pun jadi donatur) atau linux yang berkembang sampai sekarang. Sun dan IBM juga komit ke open source. Banyak vendor dan perusahaan besar menggunakan FOSS (Google use FOSS for its operation).
Tapi yang jelas mutusin pakai FOSS atau proprietary itu keputusan bisnis, dan memang nggak perlu full FOSS atau full proprietary. Mungkin untuk webserver pakai Linux saja, tapi untuk PC karyawan pakai Windows. Atau kalau ngerasa Ms office kemahalan, pakai OpenOffice saja. Atau kalau di perusahaan advertising atau multimedia kalau dirasa solusi FOSS belum bisa menandingi yang proprietary ya pake Adobe atau Maya saja, tapi mailserver perusahaan pakai Zimbra yang FOSS karena lebih murah dari Lotus Notes atau MS Exchange Server, kan bisa gitu.
Apakah jadi programmer FOSS rugi? Nggak tahu, wong selama ini saya masih pengguna. Tapi kabarnya jadi Debian Maintainer(orang yang maintain paket Debian) itu menaikkan nilai jual lho… Soalnya susah dan pasti dihormati di kalangan FOSS sendiri. Dan pernah aku mbaca artikel tentang orang yang langsung diterima kerja karena terlibat dalam proyek CAD FOSS yang ternyata digunakan perusahaan itu.
Bisa minta pencerahan soal yang saya tebalkan?
Masalah yang lain bisa dilihat di posting saya di sini atau di berbagai artikel tentang FOSS di Internet.
sroestam said
Rekan Dnial yth,
Silahkan uraikan 3 kejahatan pengguna FOSS yg anda maksud! Apa saja kejahatannya?
dnial said
@sroestam
Lha saya ini nanya sama Pak/Bu Yamin otu pak… Saya juga nggak ngerti.
😛
poeingpoeingarista's Blog said
[…] https://aosi.wordpress.com/2008/11/15/total-cost-of-ownership-oss-vs-proprietary-a-big-difference/ […]